Study Hard: TIPE-TIPE LEMBAGA SOSIAL

Jumat, 26 April 2013

TIPE-TIPE LEMBAGA SOSIAL

TIPE-TIPE LEMBAGA SOSIAL


1. Tipe-tipe/Penggolongan

Tipe-tipe/penggolongan lembaga sosial sebagai berikut.

a. Berdasarkan Sistem Nilai yang Diterima Masyarakat
Pranata sosial dibedakan atas basic institutions dan subsidiary institution.
1) Basic institutions adalah pranata sosial yang sangat penting untuk memelihara dan memperhatikan tata tertib dalam masyarakat. Contoh: Keluarga, sekolah, dan negara.
2) Subsidiary institution adalah pranata yang dianggap kurang penting.
Contoh: Kegiatan-kegiatan untuk rekreasi.

b. Berdasarkan Klasifikasi Pengembangan
Pranata sosial dibedakan atas crecive institutions dan enacted institutions.
Kedua hal tersebut merupakan pranata primer karena tumbuh dari adat istiadat dalam masyarakat.
Contoh: Hak milik dan perkawinan.

c. Berdasarkan Sudut Penerimaan Masyarakat
Pranata sosial dibedakan atas approved institutions dan unsanctioned institutions.
1) Approved institutions adalah pranata sosial yang diterima masyarakat, seperti perusahaan, sekolah, dan industri.
2) Unsanctioned institutions adalah pranata sosial yang ditolak masyarakat, misalnya pemeras, penjajah, dan lintah darat.

d. Berdasarkan Faktor Penyebaran
Pranata sosial dibedakan atas general institutions dan restricted institutions.
Contohnya, agama merupakan suatu general institutions sebab dikenal hampir semua masyarakat di dunia. Adapun agama Islam, Protestan, atau Katolik merupakan restricted institutions sebab dianut oleh masyarakat tertentu.

e. Berdasarkan Fungsi
Pranata sosial dibedakan atas cooperation institutions dan regulative institutions.
1) Cooperation institutions adalah pranata yang menghimpun pola serta tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan pranata. Misalnya pranata industrialisasi.
2) Regulative institutions adalah pranata yang bertujuan mengawasi adat istiadat yang tidak termasuk bagian mutlak dari pranata itu sendiri.
Contoh: Pranata hukum, seperti kejaksaan dan pengadilan.

Dalam masyarakat yang homogen dan tradisional, pola yang mengatur hubungan pranata sosial bersifat statis. Perubahan sosial kebudayaan yang terjadi pada masyarakat yang sudah kompleks sering mengalami goncangan.

2. Kelembagaan Sosial Masyarakat Tradisional dan Masyarakat Modern
Kelembagaan sosial merupakan suatu ikatan sosial bersama di antara anggota masyarakat yang mengkoordinasikan tindakan sosial bersama antara anggota masyarakat.
Ciri-ciri masyarakat tradisional dan masyarakat modern dapat kita kenali dari bentuk-bentuk kelembagaan sosial yang dimiliki oleh kedua golongan masyarakat tersebut.

Di dalam istilah kelembagaan sosial, terkandung pengertian pola perilaku sosial anggota masyarakat yang relatif tetap, stabil, serta berlangsung secara terus-menerus. Kelembagaan sosial itu diikat oleh suatu nilai dan norma bersama. Kestabilan perilaku di antara anggota masyarakat tersebut diikat oleh suatu wadah ikatan sosial bersama yang keberadaannya dijunjung tinggi bersama oleh anggota masyarakat. Wujud dari kelembagaan sosial itu dapat kita lihat dalam keberadaan berbagai macam lembaga sosial dan organisasi-organisasi formal di dalam masyarakat.

Perbedaan kelembagaan sosial antara masyarakat tradisional dan masyarakat modern perwujudannya dapat dilihat dalam perbedaan antara lembaga (institution) dan organisasi (organization). Kedua bentuk kelembagaan sosial tersebut pada dasarnya memiliki sifat-sifat yang berbeda satu sama lain. Institusi atau lembaga sosial adalah perwujudan dari kelembagaan sosial masyarakat tradisional, sedangkan organisasi adalah perwujudan dari kelembagaan sosial masyarakat modern. Perbedaan antara kelembagaan sosial masyarakat tradisional dalam bentuk lembaga dan kelembagaan sosial masyarakat modern dalam bentuk organisasi tersebut sebagai berikut.

Perbedaan Karakteristik Lembaga Sosial dan Organisasi Sosial
(Sumber: Tjondronegoro, 1994)

Lembaga Sosial
a. Orientasi pada kebutuhan.
b. Peranan yang dimainkan.
c. Upacara.
d. Pengawasan sosial.
e. Pengakuan karena membudaya.
f. Terlibatnya pendukung.
g. Tradisi turun-temurun.
h. Empiri.
i. Berpegang pada norma.
j. Prioritas usia dan gengsi.
k. Sifat memenuhi kebutuhan tertentu

Organisasi Sosial

a. Orientasi pada tujuan.
b. Tugas yang dilaksanakan.
c. Prosedur.
d. Pengawaran peraturan.
e. Pengakuan karena didirikan resmi.
f. Kebiasaan karena rutin.
g. Diperhatikan dan diwujudkan.
h. Kesetiaan dan ikatan pada tujuan.
i. Prioritas keterampilan dan kemampuan.
j. Alat mencapai tujuan tertentu

Perbedaan perilaku, orientasi, dan pola hubungan antara kedua kelembagaan sosial tersebut mencerminkan perbedaan antara tipe kelembagaan sosial masyarakat tradisional dan modern. Ciri-ciri kedua jenis kelembagaan sosial tersebut akan dibahas satu per satu berikut.

3. Kelembagaan Sosial Tradisional
Soerjono Soekanto berpendapat bahwa lembaga sosial merupakan bentuk sistem kelembagaan sosial masyarakat tradisional. Lembaga sosial memiliki orientasi perilaku sosial ke dalam yang sangat kuat. Hal itu ditunjukkan dalam orientasi untuk memenuhi kebutuhan dari anggota lembaga sosial tersebut.
Dalam lembaga sosial, hubungan sosial di antara anggotanya sangat bersifat personal atau pribadi dan didasari oleh loyalitas yang tinggi terhadap pemimpin menurut usia dan gengsi sosial yang dimiliki. Mereka terikat satu sama lain berdasarkan ikatan komunal, yaitu suatu perasaan
atau sentimen bersama berdasar ikatan kedaerahan, loyalitas, asal usul keturunan, kekerabatan, dan kepercayaan terhadap keyakinan batin tertentu.

Ciri-ciri kelembagaan sosial masyarakat tradisional ini dapat kita jumpai di Indonesia, misalnya dalam sistem gotong royong di Jawa dan di dalam sistem banjar atau ikatan adat di Bali. Gotong royong merupakan ikatan hubungan tolong-menolong di antara masyarakat desa. Ikatan hubungan itu merupakan perwujudan solidaritas khas masyarakat agraris tradisional. Dalam lembaga gotong royong, masyarakat terikat satu sama lain berdasarkan relasi sosial. Relasi sosial itu disebut ikatan primordial, yaitu melalui ikatan keluarga, ikatan geografis, dan ikatan iman kepercayaan tertentu. Di daerah pedesaan, pola hubungan gotong royong ini dapat mewujud ke dalam banyak aspek kehidupan. 

Pola hubungan gotong royong dapat terlihat dalam pola-pola berikut.
a. ”sambatan” dalam pekerjaan pertanian
b. kerja bakti membersihkan selokan
c. bersih desa
d. bentuk ikatan sosial, seperti kehidupan bertetangga.

Pola hubungan serupa dapat kita lihat di dalam sistem ”banjar” di Bali. Banjar adalah suatu bentuk kolektivitas komunal terkecil di Bali. Banjar memiliki anggota 50 sampai 100 keluarga. Di antara anggota ”banjar” pada umumnya saling membantu dalam urusan-urusan bersama, seperti perkawinan, pesta keluarga, kematian, membangun rumah, memperbaiki kuil, mengurus pesta atau upacara adat. Setiap ”banjar” pasti mempunyai sebuah gedung pertemuan yang dipakai untuk mengadakan pertemuan bulanan. Pertemuan tersebut biasanya membahas masalah sosial keagamaan
bersama yang dipimpin oleh seorang ”Kelian” (kepala banjar). Hubungan antaranggota banjar tersebut terjalin atas ikatan sosial komunal berdasarkan perasaan bersama. Perasaan bersama itu meliputi rasa memiliki daerah setempat dan berdasar kepercayaan adat bersama.

4. Kelembagaan Sosial Modern
Jenis kelembagaan sosial berbentuk organisasi sosial merupakan ciri menonjol dari sistem kelembagaan sosial di masyarakat modern. Setiap anggota organisasi sosial terlibat bersama didorong untuk memenuhi tujuan bersama. Tujuan itu diraih dengan mendayagunakan mekanisme organisasi menurut cara-cara yang telah disepakati bersama. Organisasi berfungsi sebagai alat atau sarana untuk mencapai tujuan tertentu. Di dalam organisasi telah ditetapkan tugas masing-masing individu menurut peraturan yang telah disepakati bersama.

Organisasi sosial dapat berupa perkumpulan-perkumpulan sosial, seperti perkumpulan olahraga, birokrasi pemerintahan, organisasi perusahaan, hingga berupa partai atau organisasi massa. Organisasi semacam itu didirikan secara sadar sesuai kepentingan anggotanya untuk meraih suatu tujuan bersama yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Masing-masing orang bekerja menurut spesialisasi dan tingkat keahlian masing-masing. Hubungan antarindividu sangat bersifat formal atau
kurang pribadi. Ikatan sosial di antara anggota masyarakat lebih bersifat asosiatif atau berdasar pada kepentingan tertentu dan bukan bersifat komunal seperti dalam masyarakat tradisional.
Dalam organisasi sosial tersebut umumnya terdapat rumusan yang jelas tentang cara pencapaian tujuan, perencanaan, program, pelaksanaan, dan sebagainya. Dalam setiap kegiatan tersebut, secara umum masingmasing anggota berpartisipasi dan bertanggung jawab atas tugas mereka masing-masing sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan bersama.

5. Penyesuaian Kelembagaan/Akomodasi Baru
Keadaan yang serasi dan harmonis akan timbul apabila lembaga-lembaga kemasyarakatan yang pokok dalam kehidupan manusia benar-benar berfungsi dan saling mengisi. Dengan kata lain, lembaga yang dibutuhkan dalam kehidupan berjalan secara stabil atau tidak mengalami gangguan
dari faktor yang lain. Jadi, keserasian antara lembaga ekonomi, hukum, budaya, politik, dan lembaga lainnya akan menciptakan keadaan yang serasi dan harmonis dalam masyarakat. Dalam keadaan yang demikian, setiap individu secara psikologis akan merasakan ketenteraman. Setiap kali timbul gangguan terhadap keadaan yang serasi tadi maka masyarakat dapat menolaknya atau mengubah susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan dengan maksud menerima unsur yang baru.

Adakalanya penerimaan unsur yang baru akan mengganggu keadaan keserasian atau keharmonisan yang mengakibatkan kegoyahan dalam suatu masyarakat. Keadaan ini terjadi bila unsur yang baru dan unsur yang lama masing-masing memiliki sifat yang bertentangan. Kalau kedua unsur ini secara bersamaan mempengaruhi nilai dan norma sosial yang ada maka akan berpengaruh pula kepada kehidupan masyarakat. Makin kuat tekanan terhadap perubahan itu makin tinggi animo masyarakat untuk menerima perubahan itu, serta makin penting sesuatu yang diubah itu untuk kehidupan masyarakat maka tingkat ketidakpastian pada masa transisi itu tidak akan terlalu tinggi. Sebaliknya, makin kurang tekanan serta animo masyarakat terhadap perubahan, walaupun ide yang disebarkan itu sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat maka tingkat ketidakpastian itu akan tetap tinggi.
Contoh: Bila harga barang-barang keperluan sehari-hari tiba-tiba naik maka perubahan tersebut cenderung mempengaruhi stabilitas perekonomian yang ditandai dengan terjadinya inflasi.
Sebaliknya, bila kenaikan harga itu berlangsung secara lambat dan bertahap maka stabilitas perekonomian dapat terkendali karena laju inflasi dapat ditekan.
Pada masa transisi ini akan terjadi disharmonisasi atau suatu keadaan yang tidak harmonis (serasi) di antara warga masyarakat. Selain itu, juga akan terjadi disorganisasi atau melemah dan memudarnya nilai dan norma lama. Saat mulai memudar dan melemahnya nilai serta norma lama, saat itu pula mulai muncul nilai serta norma baru. Kecepatan waktu masa transisi sangat tergantung pada proses pelembagaan nilai dan norma yang baru itu dan tekanan yang diberikan. Demikianlah masa transisi yang menimbulkan ketidakpastian atau situasi yang tegang itu terjadi sebagai akibat adanya proses penyesuaian dari nilai dan norma lama ke nilai dan norma baru.

Dalam masyarakat, penyesuaian setelah terjadinya perubahan sosial dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut.
a. Penyesuaian dari Lembaga-lembaga Kemasyarakatan
Penyesuaian dari lembaga-lembaga kemasyarakatan merujuk pada keadaan di mana masyarakat berhasil menyesuaikan lembaga-lembaga kemasyarakatan dengan keadaan yang mengalami perubahan sosial dan kebudayaan.
b. Penyesuaian dari Individu yang Ada di Dalam Masyarakat
Penyesuaian dari individu yang ada dalam masyarakat merujuk pada usaha-usaha individu untuk menyesuaikan diri dengan lembagalembaga kemasyarakatan yang telah mengalami perubahan atau
pergantian agar terhindar dari disorganisasi psikologis. Dalam masyarakat yang mengalami perubahan dari masyarakat tradisional menuju modern, setiap warga masyarakat akan mengalami
perubahan itu. Misalnya, mereka akan dituntut untuk meningkatkan pendidikan, mengalami perubahan sikap menjadi lebih individualistis, dan dituntut untuk melakukan penyesuaian yang lain. Dengan cara itulah mereka dapat bertahan dan bersaing dalam kehidupan modern.

Tidak ada komentar: