PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA/PRANATA KELUARGA
Para ahli merumuskan pengertian atau definisi mengenai keluarga sebagai berikut.
a. A.M. Rose
Keluarga adalah kelompok sosial terdiri atas dua orang atau lebih yang mempunyai ikatan darah, perkawinan, atau adopsi.
b. Francis F. Merrill
Keluarga adalah kelompok sosial kecil yang umumnya terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Hubungan sosial di antara anggota keluarga relatif tetap dan didasarkan atas ikatan darah, perkawinan, atau adopsi. Keluarga merupakan kesatuan kelompok terkecil di dalam masyarakat. Pranata keluarga bertujuan mengatur manusia dalam hal melanjutkan keturunan (reproduksi).
Dalam kaitan dengan tujuan itu, pranata keluarga mempunyai beberapa fungsi nyata sebagai berikut.
a. Mengatur masalah tanggung jawab untuk merawat dan mendidik atau mensosialisasikan anak.
b. Mengatur masalah hubungan kekerabatan, yaitu ikatan-ikatan persaudaraan yang didasarkan adanya hubungan darah.
c. Mengatur masalah hubungan seksual untuk melanjutkan keturunan yang perlu melalui ikatan perkawinan. Dengan adanya aturan-aturan mengenai hubungan seksual dalam pranata keluarga, kelangsungan hidup manusia dapat dipertahankan.
d. Pranata keluarga juga memiliki fungsi afeksi. Setiap anggota dapat mencurahkan perasaan kasih sayangnya kepada anggota keluarga yang lain. Ayah menyayangi ibu, demikian sebaliknya. Ayah atau ibu menyayangi anak-anak demikian juga anak-anak menyayangi ayah dan ibunya. Adik menyayangi kakak, demikian sebaliknya.
Dalam pranata keluarga terdapat pula fungsi tersembunyi sebagai berikut.
a. Melaksanakan pengendalian sosial terhadap anggota keluarga agar tidak melakukan penyimpangan sosial.
b. Mengatur masalah ekonomi keluarga. Setiap keluarga mengatur ekonominya sendiri supaya setiap anggota keluarga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
c. Mewariskan gelar kebangsawanan. Pada orang tua yang berstatus bangsawan, gelar kebangsawanan akan menurun kepada anaknya.
d. Melindungi anggota keluarga. Orang tua melindungi anaknya sampai dewasa, sebaliknya anak melindungi orang tuanya ketika orang tua sudah berusia lanjut atau jompo.
2. Pembentukan Keluarga
Hubungan antaranggota keluarga dijiwai suasana afeksi atau kasih sayang dan rasa tanggung jawab.
Menurut Koentjaraningrat suatu keluarga yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak disebut keluarga inti (nuclear family), namun ada juga suatu keluargayang selain ayah, ibu, dan anak terdapat nenek, bibi, , kemenakan,dan saudara lainnya. Keluarga inti yang diperluas tersebut disebut extended family.
Keluarga yang terbentuk melalui perkawinan disebut keluarga prokreasi, sedangkan setiap individu yang dilahirkan disebut keluarga orientasi. Karena perkawinan, keanggotaan individu yang semula dalam keluarga orientasi beralih menjadi keluarga prokreasi. Suatu keluarga merupakan institusi sosial yang bersifat universal dan multifungsional. Fungsi pengawasan sosial, keagamaan, pendidikan, perlindungan, dan rekreasi dilakukan oleh keluarga terhadap para anggotanya. Akibat proses industrialisasi, urbanisasi, dan sekularisasi, keluarga dalam masyarakat modern kehilangan sebagian dari fungsi tersebut. Akan tetapi, dalam perubahan masyarakat, fungsi utama keluarga
tetap melekat, yaitu melindungi, memelihara, sosialisasi, dan memberikan suasana kemesraan bagi keluarganya.
Dalam sosiologi dijumpai istilah poligami, yaitu seorang suami mempunyai istri lebih dari seorang atau sebaliknya seorang istri mempunyai suami lebih dari seorang.
Koentjaraningrat berpendapat bahwa kerabat ialah kesatuan sosial yang terdiri atas orang-orang yang ada hubungan darah secara vertikal atau horizontal, serta kelompok-kelompok sosial yang terjalin oleh hubungan kekeluargaan karena perkawinan.
a. Secara vertikal dalam masyarakat Jawa dikenal hubungan kekerabatan sampai tujuh generasi, yaitu anak, cucu, buyut, canggah, wareng, udhegudheg, dan gantung siwur.
b. Secara horizontal, misalnya hubungan saudara ayah, saudara ibu, saudara kakek, saudara nenek, saudara kandung, anak kakak, anak adik sesaudara kandung, dan lain-lain.
3. Arti dan Tujuan Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan
Nomor 1 Tahun 1974 Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
a. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaannya.
b. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Perkawinan harus berdasarkan persetujuan kedua calon mempelai. Sebaliknya, keduanya sudah berusia 19 tahun ke atas.
Perkawinan itu dilakukan dengan tujuan sebagai berikut.
a. Membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal.
b. Memenuhi kebutuhan biologis secara sah dan sehat.
c. Mendapatkan keturunan yang sah.
d. Hidup bermasyarakat.
e. Wahana utama dan pertama guna mewariskan kebudayaan kepada generasi berikutnya.
f. Memperjelas garis keturunan sehingga memudahkan dalam menyelesaikan atas harta warisan.
g. Memenuhi kebutuhan rohaniah, perasaan kasih sayang, damai, aman, tenteram, cinta, dan bahagia.
4. Macam-macam Perkawinan
a. Berdasarkan Banyaknya Suami dan Istri
Perkawinan dapat dibedakan sebagai berikut.
1) Perkawinan monogami ialah perkawinan seorang suami hanya memiliki seorang istri dalam satu perkawinannya. Bentuk ini adalah bentuk yang paling umum di berbagai masyarakat seluruh dunia.
2) Perkawinan poligami ialah perkawinan seorang suami memiliki seorang istri lebih dari satu. Bentuk ini dilakukan oleh keluarga tertentu saja.
Contoh: Raja-raja zaman dulu, keluarga bangsawan, orang-orang kaya, atau orang biasa karena alasan-alasan tertentu.
3) Perkawinan poliandri ialah perkawinan seorang istri memiliki suami lebih dari satu. Bentuk ini tidak lazim terjadi dan memang tidak dibenarkan oleh hukum negara, hukum agama, ataupun hukum
adat.
b. Bentuk Perkawinan Khusus
Perkawinan dapat dibedakan sebagai berikut.
1) Perkawinan sororat (lanjutan) terjadi bila si istri meninggal maka suami itu mengawini saudara perempuan istrinya atas dasar izin atau mandat dari mendiang istri. Menurut adat, perkawinan dilangsungkan tanpa membayar bingkisan perkawinan karena dianggap perkawinan lanjutan dari yang sebelumnya. Perkawinan ini di Jawa disebut ngarangwulu. Di Minangkabau disebut baganti
laplak dan di Pasemah disebut tungkat.
2) Perkawinan mengabdi (jasa) apabila seorang laki-laki tidak mampu membayar bingkisan perkawinan kepada istrinya sehingga laki-laki itu harus bekerja dahulu di tempat keluarga si istri tanpa dibayar sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Bentuk perkawinan ini di Lampung disebut mandiding dan di Bali disebut munggonin.
3) Perkawinan levirat (pengganti) ialah perkawinan yang terjadi bila seorang suami meninggal kemudian si janda dikawini oleh saudara laki-laki yang meninggal tersebut. Perkawinan ini di Palembang disebut ganti tikar, di Bengkulu disebut kawin anggon, dan di Batak disebut pare akhon.
4) Perkawinan menculik ialah yang dilakukan dengan menculik wanita yang akan dikawini kemudian diajak pergi (lari) dan menikahinya di tempat yang jauh. Kalau dalam penculikan itu dengan persetujuan si wanita, hal ini disebut perkawinan merangkat, apabila tanpa pengetahuan si wanita disebut melagandang. Tujuan dari perkawinan ini adalah untuk menghindari pembayaran bingkisan perkawinan yang terlalu tinggi (berat) dari pihak laki-laki. Dulu perkawinan menculik banyak terjadi di Lampung, Kalimantan, dan Bali.
5) Perkawinan pungut ialah perkawinan yang terjadi karena seorang ayah pada masyarakat patrilineal tidak mempunyai anak laki-laki sehingga anak perempuannya dikawinkan secara matrilokal di mana menantu laki-laki itu diminta tetap tinggal di rumah keluarga istri dengan perjanjian bahwa anak laki-laki yang lahir dari perkawinannya itu dipungut dan dimasukkan ke dalam klan ayah.
Bentuk perkawinan ini di Lampung disebut kawin ambil anak atau kawin tegak tegi (bila suami dimasukkan di dalam klan istrinya). Jika anak-anaknya saja yang dimasukkan, disebut kawin minjam jago. Ada pula sang suami itu langsung dimasukkan ke dalam klan ayah (menantunya). Jadi, tujuan perkawinan pungut ini ialah untuk menjaga kelangsungan hidup klan tersebut.
c. Berdasarkan Daerah Asal Jodoh
Perkawinan dapat dibedakan sebagai berikut.
1) Perkawinan endogami ialah perkawinan yang dilakukan dengan seseorang yang berasal dari lingkungan sendiri. Lingkungan ini dapat berupa satu desa, satu marga, atau satu lingkungan keluarga
dekat, tetapi sudah bukan muhrimnya. Bentuk endogami dijumpai di dalam masyarakat desa tradisional atau di kalangan orang-orang kaya yang bertujuan agar harta warisannya tidak jatuh kepada orang lain.
2) Perkawinan eksogami ialah perkawinan yang dilakukan dengan seseorang yang berasal dari luar lingkungan, luar desa, luar marga, atau luar ras. Bentuk ini dapat dijumpai pada masyarakat yang
unilateral, misalnya masyarakat Batak.
5. Proses Perkawinan
Pada zaman dahulu orang tualah yang aktif mencarikan jodoh anaknya. Apabila orang tua pihak laki-laki mempunyai pandangan calon menantu yang dianggap cocok, si calon pengantin laki-laki diajak ke rumah melihat calon istri untuk melihatnya (nontoni dalam bahasa Jawa). Pada waktu nontoni, si calon pengantin perempuan disuruh mengeluarkan minuman, lalu diajak duduk sebentar oleh orang tuanya. Setelah itu pihak orang tua si perempuan dan orang tua si laki-laki mengadakan pembicaraan panjang lebar.
Apabila pihak laki-laki sudah cocok dan pihak perempuan setuju, pihak keluarga laki-laki lalu datang lagi untuk meminang. Dalam acara meminang, biasanya pihak keluarga laki-laki sudah membawa bingkisa pertunangan sebagai tanda ikatan pertunangan.
Pada hari yang sudah ditetapkan, kedua calon mempelai itu dinikahkan secara resmi menurut hukum agama. Setelah pernikahan selesai, dilanjutkan resepsi sesuai dengan adat yang berisi serentetan mata acara dari pembukaan sampai penutup.
6. Upacara Adat di Masyarakat
Upacara adalah bentuk kegiatan manusia dalam hidup bermasyarakat yang didorong oleh hasrat untuk memperoleh ketenteraman batin atau mencari keselamatan dengan memenuhi tata cara yang ditradisikan dalam masyarakat.
Koentjaraningrat berpendapat bahwa upacara yang diselenggarakan oleh masyarakat sejak zaman dahulu sampai sekarang dalam bentuk dan tata cara yang relatif tetap disebut upacara tradisional. Masyarakat yang masih melestarikan adat kebiasaan dan cara hidup yang sudah turuntemurun disebut masyarakat tradisional. Beberapa contoh upacara yang ada di masyarakat, yaitu sebagai berikut.
a. Upacara Pertunangan
Pertunangan adalah suatu perjanjian antara kedua belah pihak untuk melakukan suatu perkawinan di kemudian hari. Perjanjian tersebut baru mengikat kalau sudah ada penyerahan bingkisan sebagai
tanda pertunangan. Dalam penyerahan bingkisan dapat berasal dari keduanya (tukar menukar). Hal itu biasa terjadi di Dayak, Toraja, Batak, dan Minangkabau. Adapun penyerahan dari pihak laki-laki saja pada umumnya dilakukan oleh suku Jawa. Tanda pertunangan tersebut mula-mula mempunyai makna gaib, namun lama kelamaan luntur. Nama tanda pengikat antara daerah yang satu dan lainnya berbedabeda, misalnya:
1. di Sunda : panjangsang;
2. di Jawa : peningset;
3. di Nias : bobo-mibo;
4. di Aceh : tanda kong narit;
5. di Minangkabau : bantali;
6. di Mentawai : serere.
Orang yang telah diikat disebut tunangan, di Jawa disebut pacangan, di Bali disebut buncing, dan di Sunda disebut papacangan.
b. Upacara Perkawinan
Menurut Selo Soemardjan upacara perkawinan di dalam masyarakat Indonesia sering diadakan secara besar-besaran, kecuali di Bali. Justru upacara kematian yang mendapat perhatian besar di Bali, sedangkan upacara perkawinan kurang diistimewakan. Pentingnya perkawinan yang tercermin dalam upacara secara besarbesaran itu berhubungan dengan masalah hak warisan, sedangkan bentuk upacaranya lebih menonjolkan aspek kehidupan budayanya. Adapun cara penyelenggaraan upacara perkawinan tiap-tiap daerah mempunyai tradisi yang berbeda-beda.
1) Upacara nyawer ialah menaburkan beras kuning bercampur uang logam kepada mempelai. Tujuannya sebagai pelepasan terakhir dari orang tua terhadap anak. Beras dan uang logam mengandung makna agar mempelai dalam berumah tangga selanjutnya dilimpahi keselamatan, rezeki, dan harta benda.
2) Upacara buka pintu ialah tanya jawab antara kedua mempelai di pintu masuk. Hal itu mengandung makna edukatif bahwa istri harus mengenal suaminya baik-baik. Membuka pintu bagi suami berarti akan melayani istri dengan setia penuh kasih sayang.
3) Di kalangan kaum bangsawan suku Jawa, upacara perkawinan mengenal cara dan corak khusus yang banyak variasinya serta penuh dengan lambang-lambang dan hiasan.
4) Di masyarakat Sunda dalam upacara perkawinan ada yang disebut ngeuyeuk seureuh, yaitu dua mempelai berebut mengambil barang dalam tumpukan dan tertutup dengan kain. Barang-barang itu
berisi sirih, gambir, pinang, tembakau, telur, dan alat tenun yang disebut ulakan. Barang yang terambil itu menjadi pertanda masa depan hidupnya. Hal itu mempunyai arti rezekinya akan melimpah bila bekerja dalam bidang yang bersangkut-paut dengan jenis barang yang diambil.
5) Upacara ijab kabul bagi masyarakat Islam dilakukan seorang penghulu, baik bertempat di mesjid atau di rumah mempelai perempuan. Upacara ini banyak dilakukan di daerah yang mayoritas
penduduknya memeluk agama Islam. Sesudah ijab kabul, biasanya dilanjutkan upacara adat.
6) Upacara haup lingkung ialah kedua mempelai saling menyuapi nasi tiga kali dengan sikap berangkulan. Hal itu mengandung makna dalam berumah tangga harus sama-sama mencari dan menikmati rezeki secara gotong royong.
7) Upacara perkawinan menurut adat Minangkabau, Palembang, dan Bugis di kalangan keluarga yang berada biasanya juga diadakan secara besar-besaran. Dalam upacara itu banyak pula digunakan
lambang dan perhiasan yang mengandung makna edukatif.
c. Upacara yang Berkenaan Dengan Perubahan Tingkatan Usia
1) Upacara Tingkepan
Masyarakat di Indonesia mengenal tradisi untuk mengadakan berbagai upacara selama bayi masih dalam kandungan yang bertujuan supaya selamat dan terhindar dari mara bahaya. Selama wanita mengandung banyak pantangan yang harus dipatuhi dan kadang-kadang suaminya harus pula ikut mematuhi pantangan tertentu. Apabila pantangan itu terlanggar dapat menimbulkan
gangguan batin atau hal buruk yang menimpa si anak. Misalnya, si anak yang lahir cacat.
Masyarakat Jawa dan Sunda mengenal upacara tingkepan, yaitu pada waktu bayi yang masih dalam kandungan berumur tujuh bulan diadakan sedekah kenduri. Perempuan yang mengandung
dimandikan dengan air bunga tujuh macam dalam tempayan. Tujuannya agar perempuan tersebut dapat melahirkan dengan lancar, sehat, dan selamat. Makanan yang disajikan dalam kenduri
hanya terdiri atas makanan hasil kebun, telur, dan ikan. Daging binatang yang disembelih pantang disajikan dalam sedekah tingkep karena mengandung daya magis bahwa anak yang dikandung bisa lahir cacat.
2) Upacara Ngruwat
Di kalangan masyarakat Jawa, anak yang lahir sebagai anak tunggal harus diruwat. Artinya, anak tersebut harus diselamati dengan mengadakan upacara khusus. Apabila yang diruwat anak laki-laki, biasanya pada waktu yang sama akan dikhitankan. Dalam upacara ruwatan biasanya dengan
menyelenggarakan pertunjukan wayang kulit purwa dengan lakon Murwakala (Batara Kala). Anak yang dikhitan mendengarkan dan mengikuti cerita dalang yang penuh dengan nasihat dan pedoman
hidup.
3) Upacara Tedhak Siten/Tedhak Siti
Upacara tedhak siten dilakukan masyarakat Jawa, yaitu secara resmi bayi diturunkan ke tanah dengan maksud agar si bayi menjadi kuat dan sehat, tidak terkena daya gaib yang terkandung dalam bumi.
d. Upacara Magis
Menurut Koentjaraningrat upacara magis adalah upacara yang dilakukan dengan tujuan mempengaruhi alam atau keadaan tertentu dengan menggunakan kekuatan gaib.
Contoh:
1. Upacara menolak hujan oleh seorang pawang berhubungan dengan hajat perkawinan atau pesta lainnya yang akan diadakan.
2. Dalam kehidupan masyarakat Kristen dan Islam juga ada upacara yang bersifat magis. Misalnya, pembabtisan umat Kristen dengan menggunakan air suci, salat istiqa oleh umat Islam untuk meminta
hujan karena musim kering yang terlalu lama. Karena upacara itu ditujukan kepada Tuhan, sifatnya menjadi religius.
3. Nyadran atau ziarah ke makam leluhur cikal bakal sebagai pendiri desa untuk minta berkah.
e. Upacara Kematian
Cara penyelenggaraan upacara kematian setiap daerah berbedabeda, misalnya sebagai berikut.
1) Pemeluk agama Hindu di Bali apabila meninggal, jenazahnya dibakar. Upacara pembakaran jenazah tersebut disebut ngaben. Dengan cara itu, sempurnalah manusia karena badannya menjadi
abu dan bersatu dengan alam, sedangkan arwahnya akan mengalami reinkarnasi atau lahir kembali dalam bentuk penjelmaan yang berbeda sesuai dengan derajat kesucian jiwanya.
2) Di desa Trunyan, Bali apabila ada orang meninggal tidak dikuburkan di dalam tanah ataupun dibakar, tetapi hanya diletakkan di atas tanah dengan posisi tidur di bawah pohon Trunyan.
3) Di dalam masyarakat Jawa dan Sunda upacara kematian diselenggarakan pada saat seseorang meninggal, pada hari ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, genap satu tahun, genap dua tahun, dan pada hari ke-1000. Upacara yang pokok berupa sedekah kenduri. Tujuannya supaya arwah yang meninggal mendapat tempat yang layak.
7. Pembagian Warisan Dalam Keluarga
Warisan adalah soal apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.
Berdasarkan pengertian warisan tersebut, terdapat tiga unsur pokok sebagai berikut.
a. Seseorang pada saat wafat meninggalkan warisan.
b. Seorang atau beberapa orang ahli waris menerima kekayaan yang ditinggalkan.
c. Harta warisan ialah wujud kekayaan yang ditinggalkan dan akan beralih kepada ahli waris itu.
a. Seseorang pada saat wafat meninggalkan warisan.
b. Seorang atau beberapa orang ahli waris menerima kekayaan yang ditinggalkan.
c. Harta warisan ialah wujud kekayaan yang ditinggalkan dan akan beralih kepada ahli waris itu.
Karena tiap-tiap masyarakat mempunyai bermacam-macam sifat kekeluargaan, warisan dalam suatu masyarakat berhubungan erat dengan sifat kekeluargaan serta pengaruhnya pada kekayaan dalam masyarakat itu. Soerjono Soekanto berpendapat, di Indonesia tidak terdapat satu sifat kekeluargaan antara orang-orang Indonesia asli, namun di pelbagai daerah ada pelbagai sifat kekeluargaan yang dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu:
a. sifat kebapakan (patriarchaat, vaderrechtelijk),
b. sifat keibuan (matriarchaat, moederrechtelijk), dan
c. sifat kebapakan-keibuan (parental, ourderrecgtelijk).
8. Perubahan Organisasi keluarga
Proses perubahan masyarakat agraris tradisional menjadi masyarakat industri modern telah mempengaruhi perubahan organisasi keluarga dan extended family menjadi nuclear family. Industrialisasi merupakan sebab pokok perubahan dari bentuk lama extended family ke bentuk baru nuclear family.
Faktor yang menyebabkan perubahan sebagai berikut.
a. Industrialisasi menyebabkan nuclear family menjadi lebih bersifat mobile, mudah berpindah dari suatu tempat ke tempat lain. Keluarga tidak lagi terikat oleh sebidang tanah untuk penghidupannya, tetapi berpindah ke tempat lain yang ada pekerjaan. Mobilitas kekeluargaan ini akan memperlemah ikatan kekerabatan dalam extended family.
b. Industrialisasi telah menimbulkan corak kehidupan ekonomi baru dalam masyarakat. Dalam masyarakat agraris, seorang yang sudah tua dapat turut dalam proses produksi pertanian. Dalam masyarakat industri anak-anak, orang yang sudah tua, dan orang cacat tidak dapat turut dalam proses produksi di pabrik. Mereka menjadi beban kepala keluarga.
c. Industrialisasi dapat mempercepat emansipasi wanita sebab memungkinkan wanita untuk mendapatkan pekerjaan di luar rumah tangga. Emansipasi ini menyebabkan lemahnya fungsi-fungsi extended family dan memperkuat fungsi nuclear family.
Perubahan dari extended family menjadi nuclear family mempunyai akibat positif maupun negatif bagi anggota keluarga.
a. Di satu pihak perubahan tersebut memberikan kebebasan yang lebih luas bagi individu. Dalam nuclear family individu bebas dari ikatan kewajiban dan tanggung jawab hubungan sosial yang lebih besar.
b. Di pihak lain nuclear family menyebabkan timbulnya isolasi sosial, kurangnya afeksi, dan beban psikologis menjadi lebih berat sebab individu kurang mempunyai keleluasaan untuk melepaskan tekanan psikisnya. Akibat negatif nuclear family tampak pada naiknya angka perceraian dan gejala-gejala disorganisasi keluarga. Nuclear family menurut C.H. Coaly merupakan kelompok primer.
Artinya, kelompok kecil yang memilki ciri, antara lain hubungan antarkeluarga intim, kooperatif, dan biasanya face to face. Tiap-tiap anggota memperlakukan anggota lain sebagai tujuan, bukan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Nuclear family merupakan kelompok kecil yang sangat kompak, hubungan antaranggota sangat intim dan face to face, bersifat tetap, hubungan antara anggota tersusun dalam hierarki status tertentu.
9. Jaringan Interaksi Antarpribadi Dalam Keluarga
Keluarga berperan menciptakan persahabatan, kecintaan, rasa aman, dan hubungan antarpribadi yang bersifat kontinu. Semuanya itu merupakan dasar bagi perkembangan kepribadian anak.
Sebagai kelompok primer, keluarga berpengaruh besar terhadap anggota-anggotanya karena hal-hal berikut.
a. Keluarga memberikan kesempatan yang baik kepada anggotanya untuk menyadari dan memperkuat nilai kepribadiannya. Dalam keluarga individu memperoleh kebebasan yang luas untuk menampakkan kepribadiannya. Kesempatan ini berguna bagi sosialisasinya sebab dengan cara demikian individu membangun harga diri.
b. Keluarga mengatur dan menjadi perantara corak keluarga.
1) Keluarga terbuka adalah keluarga yang mendorong para anggotanya untuk bergaul dengan masyarakat luas. Anak bergaul bebas dengan teman-temannya. Ayah dan ibu mempunyai banyak kenalan.
2) Keluarga tertutup adalah keluarga yang menutup diri terhadap hubungan dengan dunia luar. Keluarga yang tertutup menghadapi orang luar dengan kecurigaan. Hubungan sosial yang intim,
kecintaan dan afeksi terbatas dalam lingkungan keluarga sendiri.
10. Sosialisasi Dalam Keluarga
Faktor yang menyebabkan peran keluarga sangat penting dalam proses sosialisasi anak adalah sebagai berikut.
a. Keluarga merupakan kelompok kecil yang anggotanya berinteraksi face to face secara tertutup. Dalam kelompok tersebut perkembangan anak dapat diikuti dengan saksama oleh orang tuanya dan penyesuaian secara pribadi dalam hubungan sosial lebih mudah terjadi.
b. Orang tua mempunyai motivasi kuat untuk mendidik anak karena anak merupakan buah cinta kasih hubungan suami istri. Anak merupakan perluasan biologis dan sosial orang tuanya. Motivasi yang kuat ini melahirkan hubungan emosional antara orang tua dan anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar