Study Hard: Etika Komunikasi Untuk Media Kita

Senin, 09 September 2013

Etika Komunikasi Untuk Media Kita

Pengertian dan Penjelasan Mengenai Etika Komunikasi Untuk Media Kita




Oleh: Syaiful Bari
Judul: Etika Komunikasi; Manipulasi Media, Kekerasan, dan Pornografi
Penulis: Haryatmoko
Penerbit: Kanisius, Yogyakarta
Cetakan: Pertama, 2007
Tebal: 180 Halaman
Di abad 21 yang oleh Alvin Toffler disebut dengan abad teknologi-informasi ini, media bukanlah barang langka. Hampir dapat dipastikan, sebagian besar masyarakat kita tidak rela melewatkan hari-harinya tanpa membaca koran, mendengarkan radio, dan menonton acara-acara televisi. Media, cetak ataupun elektronik, dengan demikian memiliki pengaruh yang tidak kecil terhadap kehidupan masyarakat (publik) mengingat kehadirannya yang terus-menerus.

Karena pengaruhnya yang besar, media kemudian dibebankan banyak fungsi. Menurut Harold D. Laswell, fungsi media bisa dibagi menjadi tiga. Pertama, media memiliki fungsi sebagai pemberi informasi untuk publik luas tentang hal-hal yang berada di luar jangkauan penglihatan mereka. Kedua, media berfungsi melakukan seleksi, evaluasi, dan interpretasi atas informasi yang diperoleh. Ketiga, media berfungsi menyampaikan nilai dan warisan sosial-budaya kepada masyarakat.
Selain ketiga fungsi media tersebut, masih perlu ditambahkan sejumlah fungsi lainnya, yaitu: media memiliki fungsi pendidikan, hiburan, kontrol sosial-politik, promosi atau iklan. Fungsi promosi atau iklan yang diperankan oleh media massa itulah yang sejauh ini menjadikan media makin menonjol keberadaannya. Sebab, dengan fungsi yang dimaksud, pemilik dan pekerja media bisa memperoleh keuntungan finansial.
Persoalannya, dalam konteks kekinian dan kedisinian, banyak media kita yang tidak memainkan fungsi idealnya. Dunia media telah habis-habisan diintervensi dan didikte oleh logika pasar, determinisme ekonomi, dan kepentingan politik tertentu. Akibatnya, hak publik untuk mendapatkan informasi yang benar dan aneka hiburan yang mencerahkan sering tidak dijamin karena adanya pertarungan kepentingan politik dan ekonomi yang lebih dominan.
Bahkan bukan hanya hak publik akan informasi dirugikan, tetapi kecenderungan kuat yang datang dari tuntutan pasar dan politik sempit telah mengubah secara mendasar sistem media (organisasi komunikasi publik) sehingga pertimbangan pendidikan, pencerahan, analisis kritis, dan hiburan yang sehat diabaikan demi keuntungan finansial belaka. Lalu kecenderungan utama pengelola media hanyalah laba, karena logika pasar begitu menentukan tingkat kualitas informasi yang disuguhkan ke hadapan publik.
Fenomena semacam itulah yang telah mendorong Haryatmoko untuk menulis buku ini. Buku Etika Komunikasi: Manipulasi Media, Kekerasan, dan Pornografi ini memberikan analisis mendalam yang membuat kita sadar bahwa komunikasi akan hancur lebur jika media mengikuti dan menjadi instrumen buta bagi kepentingan politik kekuasaan, logika pasar, ekonomi, dan teknologi. Melalui buku ini, Haryatmoko menyerukan agar etika komunikasi menjadi ruh yang mendasari seluruh program media.
Sebagaimana diulas dalam buku ini, minimal ada tiga pertimbangan mengapa etika komunikasi mendesak diterapkan dalam kerja-kerja media (hal. 38). Pertama, media mempunyai kekuasaan dan efek yang dahsyat terhadap publik. Realitas menunjukkan bahwa media ternyata rentan memanipulasi dan mengalienasi publik. Dengan demikian, etika komunikasi dibutuhkan untuk melindungi publik yang lemah dari manipulasi media.
Kedua, etika komunikasi merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab media. Salah satunya adalah mengingatkan tendensi korporatis media besar yang selalu memonopoli kritik, sementara kerja-kerja mereka tidak mau dikritik dengan argumen kebebasan pers. Jangan sampai semua bentuk kritik terhadap media langsung dimasukkan ke keranjang stigma pembatasan atau pengebirian kebebasan pers.
Ketiga, etika komunikasi ingin menghindari dampak negatif dari logika instrumental media. Logika ini cenderung mengabaikan nilai dan makna, yang penting hanyalah mempertahankan eksistensi media di depan publik. Sedangkan tujuan media sebagai sarana pencerahan masyarakat kurang mendapat perhatian. Padahal nilai dan makna melekat pada tujuan suatu tindakan, sedangkan logika instrumental sering menjadikan sarana atau instrumen sebagai tujuan pada dirinya.

Setelah menegaskan urgensi etika komunikasi dalam praktik media, Haryatmoko lalu menyerukan agar para pelaku media kembali pada prinsip-prinsip utama deontologi jurnalisme. Prinsip-prinsip deontologi jurnalisme adalah hormat dan perlindungan atas hak warga negara akan informasi dan sarana-sarana yang perlu untuk mendapatkannya, hormat dan perlindungan atas hak individual lain dari warga negara, dan ajakan untuk menjaga harmoni dalam kehidupan masyarakat dengan menyajikan informasi yang benar (hal. 45-46).
Agar deontologi jurnalisme tidak sekadar menjadi gagah-gagahan media, selanjutnya harus ada regulasi terhadap media dengan tidak menyingkirkan kepentingan publik. Regulasi terhadap media, di mana di dalamnya terhadap partisipasi publik luas dan pihak-pihak terkait lainnya jangan dinilai sebagai bentuk pendangkalan demokrasi. Karenanya, bagi Haryatmoko, penolakan sebagai reaksi spontan terhadap regulasi tidak perlu ada. Inilah hal penting yang harus dicatat ketika membaca buku ini.
Ada tiga alasan yang meruntuhkan anggapan umum bahwa regulasi terhadap media berkonotasi negatif. Pertama, regulasi publik terhadap media bisa membantu konsumen (pemirsa, pembaca, dan pendengar) mendapatkan informasi yang sesuai dengan tuntutan kualitas tertentu. Pada saat yang sama, secara tidak langsung juga membantu media untuk menjaga kredibilitas dan reputasinya di hadapan publik.
Kedua, regulasi publik terhadap media menjaga aturan pasar agar lebih adil dengan cara melawan konsentrasi ekonomi pada media tertentu saja di satu sisi dan di sisi lainnya mau menjawab kelangkaan program atau informasi mendidik yang hanya karena secara ekonomi tidak menguntungkan, tidak ada media yang tertarik memproduksinya. Padahal, program atau informasi yang mendidik sangat diperlukan masyarakat luas.
Ketiga, regulasi menjamin pluralisme yang merupakan bagian integral demokrasi. Negara sendiri wajib melindungi dan mendorong ekspresi dari sudut pandang yang berbeda, dengan catatan tidak berlebihan. Dengan prinsip ini, demokrasi tidak direduksi hanya pada mayoritas yang mengatur dan mendominasi, tetapi juga mengikutsertakan suara kelompok minoritas.Prinsip pluralisme ini mencegah adanya pemaksaan suatu informasi dan konsepsi tentang realitas oleh pihak (media) yang kuat. Prinsip ini sekaligus membatasi logika pasar dari hasrat untuk mendominasi dan logika politik kekuasaan untuk merepresi. Dengan demikian, kepentingan publik untuk memperoleh informasi yang benar dan tontonan yang mencerahkan betul-betul terpenuhi.
Media Center
Perubahan lingkungan global dan kemajuan teknologi yang pesat di bidang komunikasi dan informasi tidak saja menjadi tantangan baru akan tetapi juga membawa implikasi kepada perubahan paradigma. Perubahan paradigma tersebut, antara lain ; penggunaan ekonomi telematika bukan lagi ekonomi industri; bisnis berdasarkan pengetahuan, bukan lagi modal dan buruh; orientasi ke pelayanan bukan lagi produk; keuntungan biaya kompetetif bukan lagi komperatif; pemberdayaan dan pengembangan bukan lagi pengendalian; desentralisasi bukan lagi sentralisasi; organisasi tim kerja bukan lagi hierarkisdan penerapan pemerintahan secara elektronik atau yang sering disebut e-Government dengan memanfaatkan telematika dalam pengelolaan pemerintahan dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat. Dengan perubahan paradigma tersebut, administrasi pemerintahan akan bisa bekerja lebih baik, efektif dan efisien dengan biaya yang lebih rendah atau dicirikan dengan a smaller, faster, better, and cheaper government.
Efisiensi, simplikasi, dan debirokratisasi dalam administrasi pemerintahan mengharuskan lembaga pengelola pembangunan menjadi ringkas struktur, kaya fungsi, baik di tingkat pusat maupun daerah. Oleh karena itu suatu lembaga yang mengelola informasi, dalam hal ini yang terkait dengan kehumasan, memiliki posisi yang sangat strategis untuk mendukung pengelolaan pembangunan.
Bidang kehumasan di instansi pemerintah secara umum dibentuk untuk mempublikasikan atau mempromosikan kebijakan-kebijakan dan hasil-hasilnya. Memberi informasi secara teratur tentang sosialisasi program kerja dan peraturan-peraturan, kebijakan, mengcounter berita-berita negatif, juga hasil kerja institusi pemerintah di pusat maupun di daerah, serta memberi pengertian kepada masyarakat tentang peraturan dan perundang-undangan dan segala sesuatunya yang berpengaruh terhadap masyarakat.
Selain orientasi kerja keluar, kehumasan pemerintah juga harus memungkinkan untuk memberikan masukan dan saran bagi para pejabat tentang segala informasi yang diperlukan dan reaksi atau kemungkinan reaksi masyarakat akan kebijakan institusi, baik yang telah dilaksanakan, sedang dilaksanakan atau yang akan dilaksanakan.
Sebagaimana diketahui bahwa kehumasan merupakan ujung tombak yang posisinya menjadi sangat strategis. Tanpa keberadaan humas, niscaya dalam suatu organisasi pemerintah, akan terkesan mandul dan tujuan serta sasaran organisasi tersebut menjadi tidak terinformasikan. Akibat yang lebih jauh lagi adalah pemerintah menjadi tidak efektif. Tentunya profesionalisme dalam kehumasan sangat dituntut.
Ada dua hal yang menjadi permasalahan sekaligus tantangan yang dihadapi dalam kaitannya dengan kehumasan pemerintah. Pertama, adalah eksistensi humas pemerintah dalam menghadapi situasi globalisasi. Kedua, Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh kehumasan pemerintah.
Dalam iklim demokrasi dan transparansi di era globalisasi, peranan informasi merupakan suatu hal yang sangat urgen dan merupakan hak dari setiap individu untuk mendapatkan informasi yang benar secara bebas, baik melalui media cetak, media elektronik maupun media informasi lainnya. Dalam kaitan dengan makalah ini tentunya adalah informasi dari pemerintah melalui pusat penerangan, humas atau apapun namanya. Sebab, di era otonomi daerah saat ini nomen klatur yang berkaitan dengan kehumasan di berbagai pemerintah provinsi, kabupaten/kota sangat bervariasi meskipun fungsi dan tugasnya adalah menginformasikan berbagai kebijakan dan hasil-hasilnya.

Oleh karena informasi merupakan hak setiap individu, maka pemerintah akan menjadi semakin terbuka guna memenuhi dan menjamin hak-hak publik terhadap informasi tersebut. Beberapa hak publik tersebut antara lain :
1. Hak untuk memantau perilaku pejabat publik dalam menjalankan peran publiknya (right to observe);
2. Hak untuk memperoleh informasi (right to information);
3. Hak untuk berpartisipasi dalam proses pembentukan kebijakan publik (right to participate);
4. Hak untuk mendapatkan perlindungan sebagai saksi, informan, dan pelapor dalam mengungkap fakta dan kebenaran (whistle blower protection);
5. Hak untuk berekspresi (freedom of expression);
6. Hak untuk mengajukan keberatan terhadap penolakan atau dijaminnya kelima hak tersebut (right to appeal)
Untuk mewujudkan dan menjamin hak-hak publik tersebut, maka perlu adanya jaminan akses informasi public agar dapat menjawab tantangan ke depan dalam pengelolaan informasi publik tersebut, maka dengan alasan itu maka diharapkan dibentuk Media Center.

Fungsi Media Center, adalah :

a. Pengumpulan, penyaringan, dokumentasi dan penerbitan;

b. Perumusan pembinaan hubungan dengan lembaga resmi dan masyarakat serta publikasi;

d. Perumusan kebijakan fasilitasi pelaksanaan penerangan masyarakat; dan
Media center memiliki tugas pelayanan publik di bidang informasi pemerintahan ke depan relatif cukup berat, oleh karena di era reformasi dan globalisasi saat ini dibutuhkan kecepatan informasi yang akurat dan profesional. Di lain pihak, masyarakat yang menjadi komunikan sangat heterogen dan sarat dengan berbagai kepentingan, sementara out put dari Puspen sifatnya abstrak tapi memiliki harga sosial yang harus dipertaruhkan.
Tantangan Media Center ke depan, di samping masyarakat Indonesia yang majemuk dengan wilayah yang begitu luas juga faktor Sumber Daya Manusia yang menangani kehumasan dirasakan masih kurang profesional, sehingga ke depan perlu adanya peningkatan profesionalisme kehumasan. Dari kondisi obyektif saat ini kehumasan di lingkungan pemerintahan masih dianggap sebelah mata dan kurang profesional, dengan dukungan peralatan yang terbatas pula.
Media Center tentunya juga memiliki jaringan dengan beberapa media yang merupakan partner sekaligus sebagai mitra kerja dalam menginformasikan kebijakan pemerintah.. Media yang menjadi partner tersebut adalah media cetak, media elektronik baik dalam negeri maupun luar negeri. Di samping itu beberapa penerbitan, dalam bentuk jurnal, warta dan lain-lain juga menjadi bagian dalam kehumasan di lingkungan Media Center. Dan hingga saat ini telah terbina dengan baik dengan prinsip simbiosis mutualistik (saling menguntungkan).
Dalam struktur masyarakat yang pluralistis seperti di Indonesia ini, sangat rentan terhadap konflik, maka gejala konflik yang timbul cenderung bersifat “Centrifugal”, yaitu konflik yang meluas sedemikian rupa dan sulit diisolasi. Masalah-masalah detail yang dapat menimbulkan konflik, harus diantisipasi melalui sosialisasi kepada masyarakat. Sehingga masyarakat tidak mengalami shock dalam menghadapi situasi yang belum mereka ketahui. Disinilah dituntut profesionalisme Media Center.
Dalam rangka implementasi Good Governance Pemerintah Kota Sukabumi, khususnya Kantor Infokom, PDE dan Arsip daerah menyikapi dengan cepat tuntutan dari masyarakat, dan kebutuhan perkembangan bidang informasi dan komunikasi (Informatin Technologi Information/ICT). Diantaranya adalah : transparansi, akuntabilitas, responsive.
Implementasi
Media center adalah pusat informasi dalam rangka akselerasi program pembangunan di Kota Sukabumi, media center ini di pusatkan di Kantor Infokom, PDE dan Arsip Daerah. Informasi dan komunikasi yang dikelola ini tidak hanya untuk kepentingan Pemerintah Kota Sukabumi saja akan tetapi juga untuk kebutuhan informasi masyarakat luas di luar Pemerintah Kota Sukabumi yaitu fihak swasta dan masyarakat yang akan berinvestasi informasi yang telah dikemas dan disampaikan dengan baik kemudian disebar luaskan oleh selain media yang dimiliki sendiri juga memalui mitra kerja kalangan media masssa (Cetak, Elektronik).
Media center juga dapat digunakan untuk forum komunikasi berbagai kalangan dalam rangka menyampaikan pesan-pesan pembangunan baik secara periodik maupun incidental.
Media center berfungsi sebagai fasilitasi dan mediator komunikasi dan informasi Pemerintah Kota Sukabumi dengan seluruh stakeholder.
Media center juga sebagai wahana berkumpulnya mitra kerja berbagai kalangan media dalam rangka penyerapan maupun penyebaran informasi pembangunan.
Kegiatan Media Center
Kegiatan lalu-lintas informasi dilaksanakan secara periodik serta berkala. Ataupun bersipat insidental digunakan untuk menyerap dan menyabarluaskan informasi kepada public dengan cepat.
Para pengambil kebijakan Pemerintah Kota Sukabumi dapat menggunakan media center ini dan memanfaatkannyan untuk memberikan atau menyebarkan informasi secara berkala dan terjadwal mengenai informasi apa saja yang layak di informasikan kepada publik mengenai berbagai program pembangunan.
Media center juga berfungsi menyerap dari berbagai kalangan, mengolah data, dianalisa kemudian menjadi sebuah informasi yang akan diberikan kepada pengambil kebijakan.
Media center menghasilkan produk informasi berupa naskah (press release) serta berupa rekaman (audio visual) yang terdokumentasikan dengan baik.


Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber daya manusia yang mengelola media center ini terdiri dari personal yang mampu/kompeten di bidang Informasi dan komunikasi dengan kegiatan mengumpulkan, mengolah dan menganalisa serta mengemas informasi, untuk dijadikan bahan masukan kebijakan pimpinan lebih lanjut.
Sumber daya manusia ini juga harus mampu membuat program, jadwal pemanfaatan dari media center ini.
Spesifikasi pengelola media center ini minimal S1 Komunikasi, sehingga diharapkan mampu menghasilkan produk-produk layanan informasi yang berkualitas, dibantu oleh beberapa orang pelaksana administrasi maupun teknis .


Sarana dan Prasarana Media Center
1. Ruang media center
2. Peralatan ruang Media center (mebeulair/meja kursi dan podium)
3. Peralatan Elektronik (Perangkat Sound System, Perangkat Siaran langsung Siaran Radio, Audi Visual (Infocus, layar dan VCD Player), Komputer Lengkap, Fasilitas layanan Internet 24 jam, radio panggil, Pesawat Telpon dan faximile).
4. Papan data dan Informasi.
5. Ruangan di disain sedemikian rupa sebagaimana ruangan pertemuan/rapat/konprensi pers.
**Infokom**

Tidak ada komentar: